Klaten — Banyak pemuda enggan menjadikan petani. Segudang pemikiran kolot tentang pertanian membuat mereka berpikir berkali-kali untuk menjadi petani. Tetapi berbeda dengan salah satu pemuda yang juga sekaligus sebagai perangkat Desa Burikan Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.
Namanya Muhammad Isa yang tergerak terjun ke dunia pertanian. Isa yang biasa disapai Bay awalnya prihatin dengan krisis petani muda di Kabupaten Klaten, terutama di Kecamatan Cawas. Ditambah situasi yang tak menentu akibat pandemi covid yang tak kunjung usai.
Berawal dari ngobrol pertanian (Ngoper) pada tahun 2020, Bay bersama beberapa petani muda lainnya membentuk Komunitas Petani Muda Klaten (KPMK). “Selama ini anak-anak muda lebih memilih ke dunia industri atau pabrik. Akhirnya kami berinisiatif untuk terjun ke dunia pertanian kemudian menjadi petani,” katanya.
Bay menuturkan, pandemi covid semakin memperparah situasi, karena minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian semakin berkurang. Karena itu ia berharap ada kebijakan yang kuat untuk mendorong generasi terlibat dalan sektor pertanian.
“Generasi milenial tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi. Pada saat generasi milenial berada di usia remaja, teknologipun ikut berkembang pesat,” ungkapnya.
Karena itu KPMK yang anggotanya generasi milenial diharapkan dapat menciptakan peluang baru seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin mutakhir. “Alhamdulillah agenda rutin KPMK sudah berjalan lancar seperti agenda Ngoper, kemudian tandur bareng milenial, pelatihan pembuatan pupuk organik, demo drone sprayer dan juga FGD bersama akademisi,” lanjut Bay.
Ia berharap bahwa peran dinas pertanian dan pemerintah daerah semakin optimal dalam mengawal regenerasi petani muda di Kabupaten Klaten. Hal ini diamini Tut Wuri Handayani, penyuluh yang mendampingi mereka.
Kendala Pertanian
Tut Wuri mengakui, banyak kendala dalam sektor pertanian di Cawas. Seperti sumber daya manusia petani muda masih sangat kurang sehingga tidak ada regenerasi. Apalagi, lahan pertanian yang semakin sempit karena alih fungsi menjadi kawasan permukiman dan industri.
Sementara itu, teknologi pertanian modern yang belum terserap secara baik dan kurangnya pengetahuan tentang manajemen pemasaran yang kurang terfasilitasi dengan baik. “Saya bersyukur dengan dibentuknya KPMK sebagai wadah petani-petani muda di Cawas,” katanya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menerangkan, saat ini jumlah petani di Indonesia yang mencapai 38 juta orang, sebanyak 70 persennya sudah berusia diatas 40 tahun. Dikuatirkan, tanpa adanya regenerasi, dalam sepuluh tahun mendatang mereka (27 juta) tidak akan bekerja lagi karena berusia lanjut.
“Dalam lima tahun kedepan, kami menargetkan melahirkan sebanyak 2,5 juta atau 500 ribu pertahun petani milenial di Indonesia. Target didasarkan pada kondisi sekarang, dimana perkembangan di dunia pertanian semakin maju,” ucapnya.
Kehadiran petani muda diharapkan sepenuhnya fokus dan berbasis pada agrobisnis. Pasalnya melalui bidang ini permasalahan keterbatasan lahan bisa diatasi dan produk yang dihasilkan mampu menembus pasar luar negeri. “Betul, pertanian tidak bisa dilepaskan dari lahan. Namun dengan teknologi sekarang pertanian bisa dilakukan di lahan sempit. Sehingga tidak tergantung pada luasan lahan,” pungkas Dedi.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang meminta generasi milenial untuk meninggalkan pola pikir lama dalam bertani. Paradigma yang lalu sudah selesai. “Kalau kita tidak mengubah cara yang lama, kita akan tertinggal dan mati,” ujarnya.
Petani milenial menurutnya, harus mampu berkompetisi sehat, kritis dan memiliki komitmen tinggi. Dengan tersedianya fasilitas teknologi dan inovasi terbaru, kita bisa mendapatkan banyak informasi. “Kita cukup memiliki kemauan dan semangat,” tegasnya.
Reporter : Tut Wuri H/ Yeniarta (BBPP Ketindan)
Terbit dari: tabloidsinartani.com