Kasus stunting masih menjadi persoalan bangsa Indonesia. Nah, guna membaiki gizi, mencegah stunting dan kemandirian pangan, Penyuluh Pertanian dan Fasilitator Muda Kabupaten Lombok Timur dan Sumbawa dibekali tentang program pekarangan pangan lestari (P2L) melalui pelatihan.
Kegiatan tersebut menjadi bagian The development of integrated farming system in upland areas project atau yang disebut dengan UPLAND project. Program tersebut merupakan proyek Kementerian Pertanian yang dibiayai oleh Islamic Development Bank (IsDB) dan International Fund for Agricultural Development (IFAD).
Proyek ini dirancang untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan pembangunan, mempromosikan produk pertanian bernilai tinggi dan ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Salah satu ciri khas dalam proyek UPLAND ini adalah adanya program perbaikan gizi yang bertujuan untuk mengurangi tingkat stunting yang ditargetkan turun hingga 14 persen pada tahun 2024. Menurut laporan baseline survey keberagaman konsumsi pangan, sebanyak 40 persen responden UPLAND masih belum memenuhi standar minimum pemenuhan gizi. Karena itu, diperlukan adanya upaya perbaikan gizi di lokasi UPLAND.
Guna meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian dan fasilitator muda sebelum melatih rumah tangga petani tentang perbaikan gizi, unit pelaksana kegiatan UPLAND di bawah Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian menyelenggarakan pelatihan Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dari 30 November – 2 Desember 2022 di Senggigi, Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan diikuti sebanyak 76 orang peserta berasal dari Kabupaten Sumbawa dan Lombok Timur. Kedua wilayah tersebut dipilih karena menunjukkan angka stunting masih sangat tinggi. Pada tahun 2018, kasus stunting di Lombok Timur mencapai 43,52 persen dan Kabupaten Sumbawa sebesar 31,53 persern (Data Riset Kesehatan Nasional, 2018). Program
P2L ini dilakukan sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mengoptimalkan lahan pangan sebagai penyediaan pangan di rumah tangga pasca Covid-19. Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan ikut berperan aktif dalam kegiatan pelatihan tersebut dengan menugaskan dua widyaiswara memberikan materi teknis budidaya pekarangan dan penanganan pascapanen komoditas pekarangan.
Materi teknis budidaya pekarangan membahas tentang konsep P2L, teknis budidaya tanaman pekarangan, pemanfaatan limbah rumah tangga menjadi pupuk organik dan merencanakan desain pekarangan dengan baik dan benar sesuai luasan lahan. Materi selanjutnya lebih fokus pada penanganan pascapanen dan apa saja produk yang bisa diolah dari hasil pekarangan.
Seperti diketahui, lahan pekarangan di perkotaan rata-rata memiliki lahan yang sempit. Berbeda dengan di perdesaan yang rata-rata masih sangat luas. Budidaya di pekarangan di perkotaan dapat dilakukan di lahan yang sangat sempit (tanpa halaman) dengan sistem vertikultur. Kriteria lahan sempit dengan luas di bawah 120 meter persegi, lahan sedang 120 – 400 meter persegi dan lahan luas di atas 400 meter persegi.
Materi ini penting untuk disampaikan kepada peserta agar mereka dapat mulai menerapkan di lingkungan rumahnya masing-masing dan untuk disampaikan kepada petani binaannya. Sementara itu Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Prof. Dedi Nusyamdi mengatakan, berbagai upaya dilakukan untuk ketersediaan pangan.
Untuk menyediakan pangan dan kebutuhan masyarakat, Kementan terus menggerakkan pemanfaatan pekarangan masyarakat dan dilakukan kegiatan serap gabah/beras petani untuk menjadi stok pangan ditingkat kabupaten. “Peran penyuluh juga dapat mengedukasi masyarakat perkotaan untuk mulai mengisi waktu luang dengan bercocok tanam mengembangkan pertanian di perkotaan (urban farming),” katanya.
Widyaiswara BBPP Ketindan, Nining Hariyani berharap, melalui kegiatan P2L ini diharapkan perbaikan gizi akan segera terwujud, sehingga tingkat stunting semakin menurun. Petani mampu menghasilkan pangan dari pekarangannya sendiri dan mengonsumsi pangan yang memenuhi standar Pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA). “Petani yang sejahtera adalah petani yang mandiri pangan,” ujarnya.
Reporter : Nining Hariyani/ Yeniarta
Sumber : BBPP Ketindan
Artikel terbit di Tabloidsinartani.com