Limbah jamur janggel jagung mempunyai prospek yang bagus untuk bisnis pertanian. Jamur tongkol jagung ini juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, kandungan gizi tinggi, dan jamur mirip dengan jamur merang jerami padi yang sering dilihat ketika petani selesai panen. Limbah yang satu ini banyak manfaatnya bila dijadikan ide bisnis, juga dalam kesehariannya manusia membutuhkan asupan berupa karbohidrat, vitamin, mineral serta protein agar tubuh dapat menjalankan fungsinya.
Jamur janggel jagung termasuk jenis jamur dari golongan Basidiomycota karena mempunyai basidium (seperti payung), dan dapat dibudidayakan oleh petani di rumah sendiri. Daripada dibuang begitu saja, janggel jagung bisa digunakan sebagai media untuk penumbuhan jamur janggel. Physarum Polycephalum yaitu jamur pada tongkol jagung atau di Kabupaten Bondowoso sering disebut sebagai kolat deremian dapat menjadi alternatif asupan nutrisi tubuh. Karena memiliki kandungan berupa bahan kering 90,0%, protein kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar 32,7%, dinding sel 80%, selulosa 25,0%, lignin 6,0%, dan ADF 32% (Murni dkk, 2008).
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), seringkali mengatakan bahwa sektor pertanian di masa yang akan datang tidak bisa diolah dengan cara yang biasa. Namun harus dikerjakan dengan cara yang serba maju, serba baru dan lebih modern.
“Kita semakin menyadari bahwa pertanian tidak boleh lagi diolah dengan cara yang biasa. Harus ada inovasi dan ide-ide kreatif dalam mengelola pertanian,” terang SYL.
Imam Buchori, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Al Hidayah 6 di Desa Gambangan Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso, selama kurang lebih 1,5 tahun telah berhasil mengembangkan jamur janggel jagung dengan bimbingan, Susilo, selaku Mantri Tani dari Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso. Diawal pembuatan dengan bermodal seratus ribu rupiah, sekarang telah beromset rata-rata enam puluh ribu rupiah hingga tujuh puluh lima ribu rupiah sekali panen. Jamur bisa dipanen setelah 15 hari masa inkubasi dan setelahnya bisa di panen tiap hari hingga 30 hari setelah panen pertama tergantung dari perawatan. Waktu panen bisanya dilakukan pada jam 2 siang. Untuk pemasarannya telah melayani daerah Jember dan Bondowoso, itupun permintaan masih belum bisa terpenuhi semua.
Baca Juga : Kementan Kembali Salurkan Bantuan kepada Masyarakat Terdampak Gempa Cianjur Sejalan dengan arahan Menteri Pertanian, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, juga menegaskan bahwa, “Banyak yang bisa dikerjakan untuk menaikkan nilai pertanian, khususnya pasca panen. Tuntutannya adalah petani harus pandai berinovasi. Buat terobosan agar hadir produk-produk terbarukan,” paparnya.
Imam Buchori menuturkan, jamur jangggel dibudidayakan dengan memanfaatkan lahan pekarangan dengan ukuran kumbung 1 x 3 meter dengan bahan utama janggel jagung sebanyak 30 kg, dedak 2 kg, pupuk nitrogen 1,5 kg dan ragi tape 6 butir. Untuk tambahan protein pada jamur dalam masa perawatan menggunakan air cucian beras yang disiramkan setiap hari dan kumbung ditutup menggunakan plastik mulsa.
“Motivasi saya dalam pengembangan jamur janggel jagung ini adalah pemanfatan pekarangan serta peningkatan income harian dan selain itu tidak adanya pesaing di pasar” ujar Imam.
Masalah yang dihadapi tentang budidaya jamur janggel jagung, khususnya pada musim hujan yaitu dengan curah hujan yang sangat tinggi mempengaruhi tumbuhnya jamur janggel jagung sehingga panen kurang maksimal. Masalah lain perlunya nutrisi tambahan untuk jamur, solusinya pada saat penyiraman ditambahkan air cucian beras (leri) dan atau bekatul halus yang dilarutkan dalam air.
“Jamur janggel jagung menjadi rintisan usaha mandiri kelompok tani serta kedepan akan melibatkan Patra (Pemuda Tani Remaja) secara aktif untuk pengembangan usaha,” ucap Susilo, selaku Mantri Tani. Asep Koswara/ Hardianto/Yeni
Berita terbit di Lajurpertanian.com