Telp/Fax 0341-927123 / 429725

|

Kementan Latih Petani dan Penyuluh untuk Antisipasi Darurat Pangan

Yeniartha
Jun 05, 2024

BADAN Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) melatih jutaan petani dan penyuluh untuk mengantisipasi darurat pangan nasional, Rabu (5/6).

"Kalau krisis energi mungkin kita masih bisa bergerak, tapi kalau krisis pangan, seluruh aktivitas terhenti, bahkan negara pun tidak ada tanpa pangan. Sehingga, ini menjadi prioritas pemerintah saat ini," tegas Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Ia menyatakan prioritas pemerintah saat ini menggenjot produksi padi dan jagung untuk mencegah krisis pangan di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan imbas pandemi covid-19 dan perang Rusia-Ukraina sangat terasa khususnya dalam hal pangan. Hal itu masih ditambah dunia mengalami perubahan iklim.

Akibatnya, situasi dunia dalam kondisi tidak menentu. Sekitar 60 negara mengalami krisis pangan dan 900 juta penduduk dunia terdampak krisis pangan.

"Dari berbagai masalah ini berdampak produksi pangan global terganggu. Di Indonesia, sejak Februari tahun lalu hingga Maret tahun ini kita mengalami fenomena alam yang disebut El Nino, kemarau yang berkepanjangan," ujar Dedi saat membuka Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh (PSPP) Volume 10 Tahun 2024 di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Malang, Rabu (5/6).

Karena itu, solusi mengatasi krisis pangan ialah harus Swasembada. Dalam konteks ini, beras adalah kebutuhan pokok Indonesia. Per bulannya, kebutuhan beras dalam negeri sekitar 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare.

Sedangkan konsumsi beras dalam negeri setiap bulannya sekitar 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare. Di sisi lain, Indonesia hanya mampu menghasilkan beras 30,2 juta ton per tahun.

"Artinya kita masih defisit 1 juta ton beras. Belum lagi cadangan beras pemerintah (CBP) 2,5 juta ton, berarti dijumlah kurang lebih 3,5 juta ton beras setiap tahun. Itu setara dengan 7 juta ton gabah kering giling (GKG)," ucapnya.

Berdasarkan data yang ada, pada Maret 2024, petani baru bisa menanam seluas 800.000 hektare atau dengan kata lain terjadi kekurangan tanam seluas 300.000 hektare, yang akibatnya akan defisit beras.

"Oleh karena itu, kita harus melakukan perluasan tanam dan meningkatkan indeks pertanaman (IP) kita di lahan rawa dan lahan tadah hujan agar produksi beras kembali melimpah," imbuh Dedi.

Kementan saat ini tengah fokus menggenjot produksi dua komoditas pokok, yaitu padi dan jagung nasional melalui optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, dan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan.

Optimalisasi lahan rawa, lanjutnya, sedang berlangsung di 11 provinsi dengan target meningkatkan IP 100 menjadi 200 untuk daerah yang sudah dilakukan survei investigasi dan desain (SID).

"Lahan rawa kita umumnya cuma tanam satu kali dalam satu tahun. Lahan Rawa kalau kita tingkatkan IP dari satu kali menjadi dua dalam satu tahun berarti kita harus optimasi lahannya. Kita harus perbaiki salurannya dan sebagainya," katanya.

Kementan juga menggalakkan program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan persawahan tadah hujan ber-IP satu yang dekat dengan sumber air. Program ini akan dilakukan 500 hektare di Pulau Jawa dan 500 hektae di luar Pulau Jawa.

"Kita punya lahan tadah hujan 3-4 juta hektare, yang baru tanam satu kali dalam satu tahun karena apa irigasinya hanya mengandalkan hujan. Kalau ini kita tingkatkan IP-nya jadi dua kali, produksi kita juga akan meningkat," ujarnya.

Kementan juga menggalakkan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan sawit dan kelapa yang sedang mengikuti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"Kita ada lahan sawit dan kakao sekitar 500.000 hektare untuk program tumpang sisip padi gogo. Sehingga yang tadinya tidak bisa tanam menjadi tanam," pungkasnya.

Diterbitkan di mediaindonesia.com

Similar Post