Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh dengan tema Pertanian Ramah Lingkungan yang diadakan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan beberapa waktu lalu semakin mengobarkan semangat Moch Rifai. Petani yang berasal dari Kabupaten Pasuruan ini mengembangkan Integrated Farming System (IFS) dengan memanfaatkan Maggot, larva lalat tentara hitam (BSF). Maggot dipakai sebagai agen pengolah sampah organik sisa kegiatan rumah tangga, yang menghasilkan biomassa Maggot dan pupuk organik. Sisa degradasi sampah organik oleh Maggot menghasilkan bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi oleh tanaman.
Tidak berhenti disana, Maggot dimanfaatkan sebagai pakan ternak Lele di pekarangan. Ternak Lele adalah sumber gizi protein keluarga, yang kelebihannya bernilai ekonomi tinggi. Tidak berhenti disitu, air budidaya Lele dialirkan juga untuk mengairi tanaman padi yang dikelola secara vertikultur.
Tanaman padi hidroganik, begitu disebut oleh Rifai, ditumbuhkan pada sistem hidroponik tapi dengan nutrisi organik. Selain dari air budidaya Lele, nutrisi organik lainnya ditambahkan untuk memacu pertumbuhan padi. Tidak hanya padi, sistem hidroganik juga bisa diterapkan untuk tanaman-tanaman lain yang menjadi kebutuhan harian keluarga.
Moch Rifai menerapkan pengembangkan IFS skala rumah tangga dan menyebarkan ilmunya kepada kelompok tani di sekitarnya. Tidak hanya penyediaan kebutuhan pangan bergizi harian, tapi juga mengatasi masalah sampah. Apalagi Maggot juga telah diekspor senilai Rp 1,2 Triliun ke negara Inggris yang dilakukan pada 2020 lalu, dan saat ini semakin diminati berupa larva kering yang siap ekspor. Hal ini memicu semangat bagi Rifai untuk meningkatkan budidaya Maggot.
“Tiap 1 kilo Maggot dapat menghabiskan 2-5 kg sampah sehari. Harapannya tiap keluarga di wilayah saya mendapat kesempatan untuk berdaya kebutuhan harian, selain bisa dikembangkan sebagai usaha keluarga atau kawasan,” jelas Rifai.
Berita terbit di Swadayaonline.com