JOMBANG – Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan, Pemerintah Kecamatan Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menggelar kegiatan Sosiologi Brigade Pangan yang digelar di Aula Kecamatan Bandarkedungmulyo, Rabu (14/5/2025).
Kegiatan ini menghadirkan para pemangku kepentingan pertanian, mulai dari Kepala Camat Bandarkedungmulyo, Kepala Desa, kelompok tani (Poktan), gabungan kelompok tani (Gapoktan), hingga penyuluh pertanian lapangan.
Acara yang difasilitasi oleh Camat Bandarkedungmulyo dan didukung oleh Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, bertujuan menyatukan para pelaku pertanian dalam satu forum dialogis untuk membahas aspek sosial dan kelembagaan dalam gerakan Brigade Pangan.
Brigade pangan merupakan salah satu program strategis yang digagas Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mempercepat Swasembada Pangan Nasional. Sesuai dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto.
Demi mewujudkan percepatan swasembada pangan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, terdapat 2 langkah besar yang diambil yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dilakukan dengan penambahan luas tanam melalui optimalisasi indeks pertanaman (IP) hingga 483.563 Ha kemudian ekstensifikasi dengan penambahan luas tanam melalui oplah seluas 351.017 Ha pada 2024 dan 500 Ha pada 2025.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti, menjelaskan bahwa Brigade Pangan bertujuan mendukung pertanian berkelanjutan melalui pendekatan teknologi dan penguatan kelembagaan petani.
“Ini lebih dari sekadar program; ini adalah komitmen bersama dalam memanfaatkan potensi lahan dan membangun ketahanan pangan daerah,” ujar Santi.
Dalam kegiatan Sosiologi Brigade Pangan di Kecamatan Bandarkedungmulyo, Yani, Kepala Bidang Perlindungan, Pasca Panen Dan Pemasaran Tanaman Pangan Perkebunan dan Hortikultura perwakilan dari Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, menyampaikan bahwa ketahanan pangan tidak bisa hanya dilihat dari sisi teknis produksi, melainkan harus dipahami dari perspektif sosiologi masyarakat tani.
“Ketahanan pangan itu persoalan sosial juga. Bagaimana petani membangun solidaritas, gotong royong, dan kerja kolektif menjadi kunci. Brigade pangan bukan hanya tim tanam cepat, tapi juga cerminan kebersamaan petani dalam menghadapi musim tanam,” ujar Yani.
Menurut Yani, penguatan jaringan sosial antar petani, antar kelompok tani, dan antara petani dengan pemerintah desa merupakan faktor penting dalam membangun kemandirian pertanian. Ia menambahkan bahwa Dinas Pertanian melalui penyuluh siap memfasilitasi dan pendampingan bagi desa-desa yang ingin membentuk atau memperkuat brigade pangan secara berkelanjutan.
Pemateri dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Asep Koswara, menekankan pentingnya penguatan kelembagaan tani dalam mendukung program strategis ketahanan pangan nasional. Ia menyebutkan bahwa Brigade Pangan memiliki peran vital sebagai penggerak ekonomi desa berbasis pertanian.
“Melalui brigade pangan, kita bisa membangun gerakan yang menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan,” tegas Asep Koswara.
Penyuluh pertanian Kecamatan Bandarkedungmulyo, Fauzi, yang turut menjadi pemateri dalam acara tersebut, menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menjadi titik tolak konsolidasi antar Poktan dan Gapoktan.
”Melalui sosiologi brigade pangan ini, kami ingin menyatukan arah gerak dan membangun kepercayaan antar pelaku,” ujar Fauzi.
Ia juga menekankan perlunya sinergi antara kepala desa dan kelompok tani dalam menyusun rencana kerja bersama, terutama dalam menghadapi musim tanam kedua yang rawan tantangan iklim.
Dalam sesi diskusi, beberapa kepala desa menyampaikan komitmennya untuk mendukung gerakan ini. Sementara itu, Camat Bandarkedungmulyo, Hariyanto, menyambut baik pendekatan sosiologis dalam kegiatan ini. Menurutnya, persoalan utama yang sering dihadapi kelompok tani adalah lemahnya koordinasi dan rendahnya kepercayaan antar petani.
“Kalau dari awal sudah kita bangun semangat kolektif dan saling percaya, banyak masalah bisa diselesaikan tanpa menunggu bantuan luar. Brigade pangan ini bisa menjadi alat perekat sosial,” ungkapnya.
Melalui integrasi pendekatan sosiologi, teknis pertanian, dan kebijakan lokal, brigade pangan diproyeksikan menjadi kekuatan baru yang mampu menjaga keberlanjutan pertanian sekaligus memperkuat struktur sosial desa. Gerakan ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat dalam mewujudkan sistem pangan nasional yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan melalui pendekatan berbasis masyarakat. Yani/Asep Koswara*
Diterbitkan di lajurpertanian.com dan megapolitannews.com