MADIUN – Petani tembakau yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Sambong Makmur, Desa Kare, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mulai menerapkan inovasi baru dalam pengendalian hama secara alami. Inovasi itu dengan memanfaatkan bekas petik pucuk daun tembakau yang biasanya dibuang, untuk dijadikan bahan pestisida nabati. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menuju pertanian ramah lingkungan yang tidak bergantung pada pestisida kimia.
Inisiasi dan pendampingan dilakukan oleh penyuluh pertanian setempat, slah satunya Agung Setiyonugroho, yang aktif memberikan edukasi tentang pertanian berkelanjutan.
Menurut Agung, petani selama ini belum menyadari potensi limbah tembakau, khususnya bagian pucuk yang dipangkas saat pemeliharaan tanaman. Pucuk tembakau mengandung nikotin alami yang bisa digunakan sebagai insektisida nabati.
”Biasanya pucuk tembakau yang dipangkas dibuang begitu saja, padahal mempunyai nilai guna tinggi,” ujar Agung.
Penyuluh muda ini pun memfasilitasi pelatihan sederhana kepada para anggota kelompok tani tentang cara pengolahan pucuk tembakau menjadi larutan pestisida (09/05/2025).
Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, yang mengatakan, bahwa inovasi dalam sektor pertanian sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, meningkatkan produktivitas, dan memastikan ketahanan pangan nasional.
Terpisah, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widhi Arsanti, juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas petani dan penyuluh dalam menerapkan praktik pertanian ramah lingkungan dan efisien.
Dalam kegiatan kunjungan lapangan yang dilakukan oleh Agung Setiyonugroho selaku penyuluh pendamping di Desa Kare, para petani Poktan Sambong Makmur diajarkan cara mencacah punggel/ujung bekas petik daun tembakau, merendamnya dalam air selama 24 jam, lalu menyaring dan mencampurnya dengan sabun cair untuk digunakan sebagai semprotan. Hasil uji coba di lahan demplot poktan menunjukkan bahwa larutan ini cukup efektif mengusir kutu daun dan hama thrips pada tanaman hortikultura seperti cabai dan tomat.
Ketua Poktan Sambong Makmur, Amrulloh, menyambut baik inovasi ini karena tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menghemat biaya produksi.
“Biasanya kami beli pestisida kimia yang cukup mahal. Sekarang bisa pakai bahan yang selama ini kami buang. Efeknya juga tidak merusak tanah,” tutur Amrulloh.
Amrulloh menambahkan, kelompoknya kini rutin memproduksi pestisida nabati tersebut secara swadaya. Bahkan, beberapa petani mulai mencoba membuat variasi campuran dengan daun mimba dan serai. Penerapan pestisida nabati ini juga mengurangi risiko kesehatan bagi petani. Mereka tidak lagi merasa pusing atau iritasi setelah menyemprotkan larutan alami tersebut.
Agung mengatakan, langkah ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Pertanian yang mendorong pengurangan penggunaan pestisida sintetis dan beralih ke bahan nabati.
“Kami ingin agar Poktan Sambong Makmur menjadi contoh bagi kelompok tani lain dalam pengelolaan limbah pertanian yang berdaya guna tinggi,” ujarnya.
Selain itu, pemanfaatan pucuk tembakau ini juga mendukung prinsip zero waste dalam budidaya tanaman tembakau, yang selama ini menjadi komoditas unggulan di wilayah Kare. Petani pun mulai merasakan dampak positif lainnya, seperti meningkatnya kesuburan tanah dan berkurangnya serangan hama sekunder.
Kegiatan ini mendapat dukungan dari Pemerintah Desa Kare yang siap memfasilitasi sarana dan prasarana pengolahan pestisida nabati secara kolektif di masa depan. Selain untuk penggunaan sendiri, kelompok tani berencana memproduksi dalam skala kecil dan menjual kepada petani sayuran di desa tetangga. Saat ini, Poktan Sambong Makmur sedang dalam proses menyusun SOP produksi dan pencatatan dosis agar penggunaan pestisida nabati lebih terukur dan aman.
Dengan semangat kolaborasi antara petani dan penyuluh, Desa Kare perlahan bergerak menuju sistem pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal. Amrulloh berharap dukungan dari Dinas Pertanian dan Perikanan terus mengalir agar inovasi ini bisa diperluas dan diteliti lebih lanjut untuk dijadikan produk unggulan desa. “Harapan kami, ke depan bukan cuma tembakau yang bernilai, tapi juga limbahnya bisa jadi sumber pendapatan tambahan,” pungkasnya. Agung Setiyonugroho/Bambang Rian/Asep*
Diterbitkan di lajurpertanian.com dan megapolitannews.com