MALANG – Usaha pertanian yang ada saat ini identik dengan skala usaha kecil yang dimiliki oleh petani, serta posisi tawar yang lemah dan hanya berusaha di on-farm sehingga peningkatan kesejahteraan petani melambat. Selain itu munculnya beberapa permasalahan yang ada dilapangan seperti usaha pertanian di lahan (on farm) harus didukung dari segi off farm seperti penyediaan agroinput, penanganan pasca panen, pemasaran, dan kegiatan penunjang.
Sehingga petani sudah saatnya beralih dari pertanian subsistem menjadi agribisnis tidak hanya bergerak pada on farm akan tetapi juga bergerak pada off farm. Oleh sebab itu pentingnya industrialisasi dan modernisasi pertanian sesuai dengan kebijakan pemerintah dan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia pertanian tanaman pangan dan hortikultura, kelembagaannya, permodalan, dan usaha agribisnisnya diperlukan penguatan kelompok menjadi sebuah korporasi.
Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan sebagaai UPT dibawah Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BBPP) Ketindan bekerjasama dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur melaksanakan Pelatihan Pengembangan Kelembagaan Petani Berbasis Korporasi Petani.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan Kementerian Pertanian berkomitmen untuk mendorong modernisasi sektor pertanian melalui pembentukan korporasi petani.
“Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga memberdayakan petani untuk berkompetisi di pasar global. Mari kita bersama-sama mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia di tahun 2029,” ujar Amran.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti, menekankan peran penting BPPSDMP dalam pengembangan SDM untuk mendukung korporasi petani.
Hal ini dilakukan dalam bentuk pendampingan sehingga proses bisnis petani dapat berkembang dengan cepat dan efisien. Tak hanya itu, ia berharap agar korporasi petani juga memberikan manfaat bagi kelompoktani dan anggotanya.
Pelatihan Pengembangan Kelembagaan Petani Berbasis Korporasi Petani diikuti oleh 20 orang Penyuluh Pertanian yang berasal dari Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam arahannya, Kepala BBPP Ketindan, Nurul Qomariyah, mengatakan bahwa masalah utama yang dihadapi petani yang memiliki usahatani skala kecil adalah tidak tercapainya skala enonomi sehingga penggunaan input dan teknologi tidak efisien.
“Untuk mengatasi hal tersebut petani perlu bergabung dan bekerja bersama dalam kelompok usaha pertanian. Salah satu model kerja sama tersebut berupa pengembangan kawasan pertanian berbasis korporasi petani, yang menggabungkan aspek teknis usaha dengan aspek kelembagaan petani,” jelas Nurul.
Kelembagaan petani memiliki peran penting dalam pembangunan pertanian. Pengembangan kelembagaan petani dapat dilakukan melalui peningkatan dukungan penyuluhan, penelitian, peran eksternal, dinamika kelompok, dan partisipasi petani, serta dukungan karakteristik internal seperti usia produktif, pengalaman usaha tani, partisipasi aktif, motivasi dan pendidikan. Yeniarta
Diterbitkan di lajurpertanian.com dan swadayaonline.com