MOJOKERTO – Jawa Timur masih menjadi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Pada tahun 2023, tercatat kontribusi tembakau Jawa Timur masih 51,16% atau 135.923 ton dari total produksi nasional 265,701 ton.
Berdasarkan data BPS Jawa Timur pada tahun 2023, terdapat 5 wilayah penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur yaitu Kabupaten Jember (37.821 ton), Probolinggo (15.688 ton), Pamekasan (15.645 ton), Bojonegoro (15.613 ton), dan Tuban (1.006 ton).
Luas areal tembakau pada tahun 2023 meningkat sebesar 77,9% dari 88.969 ha pada tahun 2022 menjadi 114.215 ha pada tahun 2023. Hal tersebut membuktikan bahwa peluang pasar atau permintaan tembakau oleh pabrik rokok masih sangat besar. Tak hanya itu, penambahan areal tanam ini juga disebabkan karena Iklim yang mendukung untuk budidaya tembakau di wilayah Jawa Timur.
Kendala yang dialami petani dalam usahatani tembakau sangat beragam mulai dari kegiatan budidaya, pascapanen dan pemasaran yang belum efektif dan efisien. Pada kegiatan budidaya, petani masih banyak melakukan budidaya secara konvensional di lahan yang terbatas dan belum mengadopsi good agricultural practices (GAP) tembakau. Tak hanya itu, penanganan pascapanen belum banyak dilakukan oleh petani dan masih banyak dilakukan oleh pedagang.
Praktik penjualan sistem tebasan masih banyak ditemui di tingkat petani sehingga keuntungan yang dirasakan petani masih sangat rendah bila dibandingkan dengan pedagang tembakau rajangan yang mampu melakukan beberapa fungsi pemasaran mulai dari sortasi dan grading daun tembakau, pemeraman daun tembakau, penghilangan gagang, penggulungan, perajangan, penjemuran dan pengemasan.
Skala usaha yang kecil juga turut andil rendahnya pendapatan petani tembakau karena masih bergantung pada pedagang. Egosentris petani tembakau masih sangat kental sehingga menyebabkan lemahnya kesadaran untuk berusahatani secara berkelompok dan masih dijalankan secara individu (perorangan).
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terus mendorong transformasi sektor pertanian Indonesia melalui Pembangunan Korporasi Pertanian dengan pendekatan clustering dan pemanfaatan teknologi modern. Transformasi ini bisa terjadi bila model pertanian skala kecil yang dikelola keluarga (small scale family) menjadi pengelolaan skala besar berbasis korporasi disertai dengan pemanfaatan teknologi modern dalam setiap tahapan produksi. Hal ini diungkapkan saat meninjau salah satu korporasi di Arkansas Amerika Serikat September 2024 lalu.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti mengungkapkan bawa peran BPPSDMP sangat penting dalam pengembangan SDM agar dapat menumbuhkan korporasi petani.
“Hal ini dilakukan dalam bentuk pendampingan sehingga proses bisnis petani dapat berkembang dengan cepat dan efisien. Tak hanya itu, beliau berharap agar korporasi petani juga memberikan manfaat bagi kelompoktani dan anggotanya,” kata Santi.
Guna menumbuhkan korporasi petani khususnya pada komoditas tembakau, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk mendorong pembentukan korporasi petani didukung oleh asosiasi petani tembakau Indonesia (APTI) wilayah Jawa Timur.
Sebagai bentuk upaya nyata, pada 6-8 November 2024 dilakukan kegiatan pelatihan kelembagaan dalam rangka penumbuhan korporasi petani tembakau. Bertempat di Hotel Aston Mojokerto. Sebanyak 100 orang peserta dari unsur penyuluh pertanian, petani dan pengurus APTI ikut berperan aktif dalam menentukan langkah ke depan dalam pengembangan korporasi.
Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan turut memberikan peran dan dukungan dengan menugaskan salah satu widyaiswara untuk menyampaikan materi terkait jaringan dan distribusi pemasaran tembakau.
Hal ini penting untuk disampaikan, karena pemasaran merupakan komponen penting dalam kegiatan usahatani.
Nining Hariyani, Widyaiswara BBPP Ketindan yang ditugaskan, mengatakan, petani gurem tidak akan dapat berkembang bila bergerak secara individu, mereka harus berkelompok dalam menjalankan fungsi pemasaran melalui korporasi petani baik berupa koperasi atau Perseroan Terbatas (PT).
“Sekarang tinggal kesepakatan saja dengan anggotanya, apa yang bisa dilakukan koperasi untuk menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan anggotanya melalui unit usaha yang akan dijalankan secara berkelompok”, ujar Nining.
Bisa dimulai dari sektor hulu untuk memenuhi kebutuhan saprodi anggota melalui toko tani, sektor budidaya melalui pendampingan budidaya sesuai GAP, sektor hilir melalui penanganan pascapanen tembakau menjadi produk yang sesuai kebutuhan pasar berbasis inovasi teknologi mulai dari tembakau rajangan, tembakau lembaran, briket, minyak atsiri, pestisida nabati dll).
Nining menambahkan, korporasi petani juga dapat bergerak di sektor penunjang berupa pelayanan permodalan dalam bentuk jasa simpan pinjam.
Lebih lanju Nining menjelaskan pengembangan pola kemitraan merupakan jalan keluar yang dapat dilakukan untuk memberdayakan dan mensejahterakan petani tembakau sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk dan petani memperoleh pendapatan yang siginifikan atas setiap aktivitas usahani yang dilakukannya. Nining Hariyani/Yeniarta
Diterbitkan di lajurpertanian.com dan swadayaonline.com