Alat dan mesin pertanian (alsintan) memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian melalui penanganan budidaya, panen, pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.
Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan petani dalam mengolah lahan usahatani terbatas (0,5 ha/MT), pengelolaan alsintan secara perorangan kurang efisien, tingkat pendidikan dan keterampilan petani yang rendah, kemampuan permodalan usahatani yang lemah, dan pengelolaan usahatani yang tidak efisien. Guna menjawab kondisi tersebut, maka strategi pengembangan alsintan menjadi salah satu solusi.
Kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) merupakan kegiatan ekonomi dalam bentuk pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/gapoktan.
Guna meningkatkan kapasitas pengelola UPJA, maka perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan terkait manajemen UPJA. Oleh karena itu UPT Pelatihan Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Provinsi Jawa Timur dan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan melakukan kerjasama dalam bentuk ketenagaan pelatihan “Teknis Operator Perbengkelan Alsintan Pra Panen, Manajemen UPJA serta Pengembangan LKMA bagi Petani”.
Pelatihan dilaksanakan tanggal 10 – 14 Juni 2024 dan melibatkan beberapa widyaiswara bidang budidaya, penyuluhan dan sosial ekonomi pertanian terkait mengembangkan kelembagaan UPJA, melaksanakan administrasi UPJA dan menjalin kemitraan dan negosiasi UPJA. Peserta berjumlah 30 orang berasal dari 5 Kabupaten yaitu Malang, Blitar, Probolinggo, Ngawi dan Bangkalan.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan bahwa kunci keberhasilan pembangunan pertanian adalah peningkatan produktivitas dan meminimalisir ongkos produksi melalui pemanfaatan alsintan.
“UPJA diperlukan petani sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan alsintan. Dengan menggunakan jasa alsintan UPJA, petani hanya mengeluarkan biaya jasa sewa (sesuai kesepakatan) tanpa harus membeli alsintan sendiri. UPJA bisa dibentuk disuatu wilayah dengan pertimbangan bisa memberikan keuntungan usaha atau tidak. Oleh karena itu harus diperhatikan potensi lahan Garapan dan rasio kebutuhan alsintan,”jelas Dedi.
Sukadi, salah satu peserta dari Kelompoktani Sumber Rejeki Desa Sumberoto, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang menuturkan, bahwa alsintan di kelompok taninya sudah dimanfaatkan dengan baik khususnya bagi anggota kelompoknya, namun dari sisi administrasinya masih perlu diperbaiki.
“Anggota biasanya mengisi uang kas kelompok sebesar Rp. 75.000,- untuk pemeliharaan alat, sedangkan biaya BBM dan operator dibebankan kepada anggota yang memanfaatkan jasa alsintan,” ungkapnya.
Berbeda dengan yang disampaikan dengan Tumirin dari Kelompoktani Nekad III Desa Purworejo, Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Malang, mengatakan bahwa seluruh biaya baik operator maupun BBM ditanggung oleh anggota/penyewa.
“Kelompok kami sepakat untuk menetapkan standar biaya sewa alsintan berdasarkan standar biaya petani jika menggunakan tenaga sapi untuk menyelesaikan pengolahan tanah,”jelas Tumirin.
Berdasarkan penjelasan beberapa petani tersebut, UPJA sebenarnya sudah berjalan dengan baik di tingkat petani, namun masih perlu ditingkatkan dari sisi pengadministrasiannya khususnya dari pembukuan keuangannya.
Sukadi juga berpendapat bahwa guna meminimalisir penyelewengan terhadap penggunaan anggaran pendapatan kelompok, maka pembukuan keuangan secara tertib perlu dilakukan. Biasanya pada saat pertemuan kelompok, laporan keuangan tersebut akan disampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Diterbitkan di lajurpertanian.com dan swadayaonline.com