Telp/Fax 0341-927123 / 429725

|

Hadir di Balai Pelatihan, Wamentan RI Dorong Petani Terapkan Pertanian Modern

Najia
Aug 06, 2024

Sektor pertanian memiliki banyak bidang atau dimensi yang membutuhkan komitmen, inovasi, teknologi, dan pemasaran berkelanjutan dari seluruh insan pertanian, khususnya milenial sebagai agen perubahan. Ketersediaan sumber daya manusia pertanian yang unggul merupakan hal terpenting dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

Wakil Menteri Pertanian RI (Wamentan RI), Sudaryono melaksanakan kunjungan kerja di Kabupaten Malang, salah satunya dengan mengunjungi Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, UPT Pelatihan dibawah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Senin (5/8/2024).

Dalam kunjungan tersebut, Wamentan Sudaryono melihat secara langsung penggunaan teknologi smart greenhouse (SGH), mengadopsi dari Korea, yang selanjutnya diterapkan di BBPP Ketindan.

Seperti budidaya melon dan tomat di SGH yang langsung dilihat adposi teknologinya. Panen perdana melon dari varietas Tallent dan N29 menjadi salah satu highlight dari kegiatan ini. Varietas Tallent dikenal karena kualitas buahnya yang manis dan tekstur dagingnya yang renyah.

Sementara varietas N29 menawarkan hasil yang lebih produktif dan tahan terhadap berbagai penyakit tanaman. Kedua varietas tersebut diharapkan dapat memperkuat sektor pertanian melon di Indonesia.

Melon yang ada di BBPP Ketindan meliputi komoditas Earth Melon yang terdiri dari dua varietas yaitu Talent dan N29, komoditas melon Korea yaitu Chamsarang. Ketiga varietas tersebut memiliki kriteria yang berbeda termasuk masa tanam dan rata-rata panennya. Masa tanam Earth Melon 80-90 hari sekali panen dengan rata-rata panen 1 kg/tanaman untuk varietas Talent dan 1,2 kg/tanaman untuk varietas N29. Sedangkan masa tanam Chamsarang 65 hari, sekali panen dengan rata-rata panen 1,2 kg/tanaman.

Sudaryono mengapresiasi SGH di BBPP Ketindan luar biasa bagus, teknologi dan hasilnya juga bagus. Wamentan bahkan memberikan challenge kepada BBPP Ketindan agar bisa membuat greenhouse yang serupa tetapi dengan harga yang murah, efisien dengan hasil yang tidak jauh berbeda dengan saat ini. Wamentan mendorong teknologi smart greenhouse yang saat ini diterapkan tersebut, dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani Indonesia, tentunya dengan biaya murah.

"Kalau (biaya) mahal (hasil) bagus itu biasa. Kalau (biaya) murah (hasil) bagus itu baru luar biasa," ungkap Wamentan Sudaryono.

Ia menambahkan bahwa petani melon, tidak pernah mau makan melon karena tanamannya tidak ditanam di dalam greenhouse sehingga dari awal berbuah sudah disemprot dengan pestisida untuk mengendalikan hama.

“Ayo kita edukasi petani, rakyat, orang-orang di daerah supaya bertani dengan cara yang baik, pestisida dan pupuk dikurangi dengan cara-cara yang efisien salah satunya dengan menggunakan greenhouse,” tambahnya.

Sudaryono juga menuturkan bahwa Indonesia mempunyai potensi untuk ekspor buah dan sayuran, misal ke Singapura. Selama 17 tahun ini kita berusaha untuk ekspor mangga ke Jepang. Kita ekspor durian ke Thailand dan Thailand mengekspor durian kita ke China. Hal ini merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk membantu rakyat agar ekspor tidak malalui Thailand, tetapi langsung ke China.

Indonesia merupakan negara tropis, tetapi belum bisa ekspor buah, karena masalah standar mutu, untuk eskpor, maka kita sebagai center of excellent, sehingga kita harus memberikan contoh yang bagus untuk rakyat.

Ia mengakui, hasil panen melon dari teknologi SGH di BBPP Ketindan, sangat bagus. Kembali, ia mendorong agar teknologi yang ada dapat di-ATM (amati, tiru, modifikasi) dengan biaya murah.

Sementara itu secara terpisah, Plt. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi, mengatakan, tujuan pembangunan pertanian adalah menyediakan pangan bagi 273 juta penduduk Indonesia, meningkatkan kesejahteraan petani, serta menggenjot ekspor.

“Smart farming saat ini menjadi hal yang sangat penting dalam dunia pertanian. Yakni dengan pemanfaatan alsintan yang menghemat biaya 40 sampai 60%, pemanfaatan IoT serta varietas unggul yang bisa menghasilkan banyak cuan. Dedi juga mengajak para pelaku usahatani untuk mengimplementasikan smart farming agar produktivitas meningkat, kualitas produk dapat diperbaiki, dan ongkos produksi dapat ditekan. YNI/NDF

Similar Post